Kisah kelam pecandu narkoba di panti rehabilitasi swasta

Kecanduan narkoba membuat Irwan—bukan nama sebenarnya—harus menerima rentetan nasib apes. Kisah berawal pada November 2020. Ketika itu, petugas dari Polres Jakarta Selatan menangkap Irwan di rumahnya di Jakarta Timur.

Padahal, Irwan yang bertahun-tahun kecanduan narkotika jenis putau, sedang menjalani terapi rumatan metadon dalam program rehabilitasi narkoba rawat jalan di Puskesmas Jatinegara, Jakarta Timur—yang telah berjalan dua bulan.

Walau nihil menemukan barang bukti narkotika, Irwan tetap dibawa ke kantor polisi. Di Polres Jakarta Selatan, ia hanya diminta surat keterangan terapi rumatan metadon dari Puskesmas Jatinegara.

Sehari menginap di polres, Irwan dijemput petugas dari panti rehabilitasi swasta di Bekasi, Jawa Barat. Setibanya di panti rehabilitasi, ia tak menyangka bakal mendapat perlakuan kasar petugas.

Dugaan penyiksaan dan pemerasan

Setelah itu, Irwan dimasukkan ke ruang detoksifikasi. Di dalam ruang untuk membuang zat adiktif pasien pecandu narkotika seluas 3 kali 4 meter itu, Irwan dikurung bersama 12 pasien lain.

Selain kedinginan setiap malam karena tak ada sehelai kain pun untuk alas tidur, Irwan mengaku tak diberikan makanan yang layak. Makan pagi merangkap siang, hanya diberi setengah bungkus mi instan. Makan malam diberi sedikit porsi nasi.

Karena merasa tak diperlakukan manusiawi, beberapa pasien merencanakan kabur. Nahas, Irwan dituding sebagai salah seorang dalang rencana melarikan diri itu. Bersama lima pasien lainnya, Irwan kembali disiksa dengan cara dipecut pakai kabel.

Pihak panti kemudian memutuskan memindahkan Irwan dan lima pasien tadi ke tempat rehabilitasi lain di daerah Bakauheni, Lampung. Selama empat jam perjalanan darat, mereka duduk jongkok berhimpitan di bagian belakang mobil jenis minibus.

Kejadian berulang. Sesampainya di panti rehabilitasi di Bakauheni, ia pun dapat penyiksaan: dipukul pakai balok kayu dan pipa besi.

Awal 2021, Irwan keluar dari panti itu. Namun, kini ia tak bisa melakukan pekerjaan berat akibat perlakuan kasar di panti. Kaki kirinya menyisakan lebam bekas dipukul benda tumpul.

Dio—nama samaran—juga mengalami nasib malang. Setelah ditangkap petugas Polres Tangerang Selatan pada awal November 2021, ia langsung dirujuk ke salah satu panti rehabilitasi ketergantungan narkoba di daearah Cianjur, Jawa Barat.

Sesampainya di sana, ia mendapat “salam perkenalan” berupa dicambuk dengan selang. Setelah itu, rambutnya dicukur habis dan dirinya dijemur di bawah terik matahari.

Selepas sore, Dio baru dimasukkan ke ruang detoksifikasi. Aturan di panti itu pun ketat. Pasien tak diberi izin keluar kamar dari pukul 21.00 WIB hingga 06.30 WIB. Dalam sehari, para pasien diberi makan hanya dua kali.

Dio juga mengaku, ada praktik pemerasan di panti. Baru pertama kali tiba di panti itu, ia diminta uang Rp15 juta.Menurut Dio, uang itu akan digunakan sebagai biaya operasional panti. Akan tetapi, Dio tak pernah membayarnya, meski petugas terus mendesak agar keluarganya mengeluarkan uang.

Senasib dengan Dio, Bunga—juga nama samaran—mengaku diperas petugas panti rehabilitasi ketergantungan narkoba milik swasta di daerah Bogor, Jawa Barat. Tahun lalu, saat pertama kali tiba di panti itu, ia langsung ditawarkan bebas dengan syarat membayar Rp30 juta.

Jumlah itu disepakati. Namun, sebelum pulang, ia disuruh memasak makanan untuk pegawai panti. Segala kebutuhan dapur ia beli sendiri di pasar dan warung.

Sama seperti Bunga, Rizki—bukan nama sebenarnya—juga disuruh menjadi juru masak di tempat rehabilitasi saat bulan Ramadan tahun 2018. Menurutnya, di panti rehabilitasi tersebut semua pasien mendapat tugas khusus dari petugas, seperti memasak, mencuci baju, dan tukang bersih-bersih. Ia merasa, segala tugas itu bukan bagian dari program rehabilitasi.