Kisah Mantan Pecandu Narkoba

Narkoba merupakan ancaman bagi semua kalangan. Tidak hanya bagi orang dewasa saja, tetapi juga menjadi ancaman bagi anak-anak. Hanya karena narkoba yang memberikan kesenangan palsu, membuat hancur hidup mereka seketika itu.

Salah satu pengguna narkoba yang kini melakukan rehabilitasi di Yayasan Rehabilitasi Korban Narkoba Trisna HVC Tulungagung adalah AN yang kini masih berumur 19 tahun.

Dia mengatakan, kali pertama dia mengenal narkoba ketika dia masih duduk di bangku SD kelas VI. Ketika itu dia memiliki teman yang lebih tua tiga tahun dari dirinya, yang menawarkan ekstasi kepadanya. Karena pada saat itu dia masih anak-anak yang hanya mengejar kesenangan saja, tanpa berpikir panjang dia menerima ekstasi itu. “Awalnya saya hanya diberi oleh teman saya secara cuma-cuma. Hingga akhrinya saya kencanduan dan membeli ekstasi kepada teman saya yang telah mengenalkan narkoba kali pertama,” tuturnya.

Setiap hari uang saku yang diberikan dari orang tua dia gunakan untuk membeli ekstasi kepada temannya. Untuk delapan butir ekstasi, dia membelinya dengan Rp 5 ribu saja. Dalam satu hari dia bisa mengonsumsi 25-30 butir ekstasi. Artinya, dalam satu kali memakai ekstasi dia harus menelan butir ekstasi. “Karena jumlahnya banyak, cara menggunakan ekstasi ya dikremus,” ucapnya.
Remaja dua bersaudara itu menjelaskan, setelah mengonsumsi ekstasi, dampak yang dirasakan adalah halusinasi hingga penglihatan menurun. Bahkan karena banyak mengonsumsi ekstasi, nafsu makanya berkurang. Tak jarang juga dia mencampur ekstasi ke minuman keras (miras). Jika dihitung, hampir lima tahun lebih dia mengonsumsi narkoba. “Biasanya setelah memakai, saya menjadi pendiam, sering marah tak terkontrol, dan bahkan membuat saya harus putus sekolah dan jauh dari keluarga,” jelasnya.

Selain ekstasi, ternyata dia juga mengonsumsi narkoba jenis sabu-sabu. Biasanya dia menggunakan sabu-sabu satu minggu sekali. Itu pun kalau dia memiliki uang untuk membeli sabu-sabu. “Tapi biasanya kalau dia tidak memiliki uang untuk beli sabu-sabu, temannya yang mengajak menggunakan sabu,” terangnya.

Saat disinggung bagaimana proses transaksi narkoba, dia mengungkapkan biaanya kalau ingin membeli narkoba itu harus menghubungi melalui pesan singkat. Kalau ingin membeli ekstasi biasanya mengirim emoticon kacang. Kalau ingin membeli sabu-sabu biasanya di awal itu mengirimkan kata “dul”. “Setelah itu baru membuat janji untuk ketemu. Biasanya saya yang datang ke rumahnya atau bisanya buat janji di luar rumah seperti di warung kopi,” jelasnya.

Bahkan pada 2020 lalu dia sempat tertangkap oleh pihak kepolisian karena menggunakan narkoba. Namun karena dia masih di bawah umur, akhirnya hakim memutuskan untuk mengembalikan kepada orang tuanya untuk dilakukan penyembuhan. Dari situlah, saya ingin melakukan rehabilitasi untuk sembuh dari narkoba. Akhirnya orang tua mengantarkan saya untuk dilakukan rehabilitasi. “Setelah saya masuk rehab, teman-teman saya yang mengenalkan narkoba sudah tidak pernah berkomunikasi lagi. Saya berpesan kepada teman-teman yang kini masih menggunakan narkoba, segeralah berhenti menggunakan narkoba. Karena narkoba itu merusak dan tidak ada artinya. Mungkin sekarang masih merasa senang, tapi ingat kesenangan itu bukanlah yang sebenarnya,” paparnya.

Hal yang sama juga diceritakan oleh M yang kini menjalani rehabilitasi di tempat yang sama. Dia adalah perempuan yang kini berumur 27 tahun dan sudah memiliki satu anak yang berumur 9 tahun. Kali pertama dia mengenal sabu-sabu dari teman kerjanya. Diketahui bahwa ketika itu dia bekerja di dunia malam yang hampir semua teman-temanya menggunakan sabu-sabu. “Ketika itu saya lebih gemuk dari sekarang, dan ditawari temanku untuk menggunakan bul bul (sabu-sabu, Red) untuk melangsingkan. Tapi ketika itu saya tidak tau kalau temanku memakai sabu-sabu. Akhirnya karena saya ingin kurus, saya mulai memakai sabu. Kata temanku sabu ini tidak menimbulkan candu,” tuturnya.

Hingga akhirnya kecanduan menggunakan sabu muncul dari dirinya. Setidaknya selama 4 tahun dia mengonsumsi sabu-sabu. Ketika mengonsumsi sabu-sabu, emosinya menjadi tidak terkontrol dan lebih egois. Hubungan dengan anak dan keluarganya menjadi jauh karena ingin menyendiri. “Tidak ada masalah keluarga yang saya lampiaskan menjadi alasan saya mengonsumsi sabu-sabu,” terangnya.

Perempuan berambut panjang itu menambahkan, biasanya dia menggunakan sabu-sabu itu tiga hari sekai. Sekali mengonsumsi sabu biasanya menggunakan setengah gram sabu. Dia mengatakan, untuk satu gram sabu itu harganya Rp 1,5 juta, tergantung kualitasnya. Biasanya dia membeli sabu-sabu dari temannya. “Biasaya saya mengonsumsi sabu kalau ada uang. Tapi kalau tidak ada uang, bagaimana caranya mendapatkan uang. Bahkan hanya untuk membeli sabu-sabu, saya harus menjual semua barang saya. Hingga usaha saya tutup,” tambahnya.

Akhirnya dengan nasihat keluarga muncul kesadaran di dalam dirinya ingin sembuh dari kecanduan narkoba. Memang di awal-awal berhenti mengonsumsi sabu-sabu badan rasanya sakit linu-linu. Namun seiring berjalannya waktu dia mulai terbiasa. Menurutnya semua itu hanya sugesti dari dirinya. Kini proses rehabilitasinya tinggal satu bulan untuk menyelesaikan. Untuk sampai pada tahap ini, rasa suka cita tak bisa terbendung baginya dan ingin mengajak teman-temanya yang kini masih menggunakan sabu-sabu mendapatkan rasa suka cita sama sepertinya. “Saat ini hubungan dengan keluarga dan anak sudah kembali. Bahkan, keluarga saya sangat memberi dukungan kepada saya. Untuk teman-teman saya, semoga cepat sadar. Karena fase yang belum kalian lewati sudah saya lewati. Dan ketika sembuh itu rasanya sangat senang dan indah. Saya ingin membagikan rasa itu kepada teman-teman saya,” pungkasnya.